07 September 2006

"Ma'lisy mas, jualan nasi uduk"

Ma'lisy mas, jualan nasi uduk

Nasi uduk tak terlalu istimewa buat kita. Tiap orang Indonesia pastilah tahu nasi uduk. Nasi yang dibuat bersama bumbu dan diolah sedemikian rupa, dan ditemani lauk telur, sedikit lalapan timun segar, dan taburan bawang goreng yang renyah. Hmmm.....sedap (jadi pengeeennnn)
Minggu pagi di Kairo diisi suara ketukan yang keras, ternyata ada yang datang. "Ma'lisy mas, jualan nasi uduk."
"Ooh, ma'lisy mas, tadi sini semua sudah sarapan."
"Trus yang ada orang Indonesianya mana lagi, Tadz?"
"Itu di sebelah ada satu rumah lagi."
Kujelaskan cuma ada satu rumah lagi yang dihuni mahasiswa Indonesia. Sebenarnya satu lantai ada 3 flat yang dihuni mahasiswa Indonesia, tapi karena tetangga depanku -yang rumahnya jadi sekretariat salah satu pondok di Jombang- sudah terlebih dahulu dihampiri, akhirnya aku menunjukkan rumah Jajang, tetangga sebelah.
Aku tidak tertarik dengan nasi uduknya. Tapi pada penjajanya itulah. Diiringi dengan senyum, mengenakan hem pendek, dan memakai handphone berheadset, yang harganya agak lumayan. Di negri sendiri, yang aku tahu penjaja makanan keliling malah lebih rendah derajat ekonominya dibanding konsumen. Tapi di Kairo mahasiswa yang kreatif bekerja, seperti membuat makanan bisa langsung mendadak kaya setelah sebulan mendapatkan hasil. Ada juga beberapa kenalan yang menekuni usaha home industry, yaitu membuat tempe, tahu, kue, sampai kerupuk. Jangan dikira mereka adalah mahasiswa yang melarat, hanya sebulan dua kali buat tempe, bisa buat hidup sebulan plus biaya rokok dan pulsa. tak ada yang menganggap mereka itu mahasiswa kere. Teman-teman malah memanggil dengan sebutan juragan tempe, tahu, atau juragan kerupuk, dsb.
Menilik dengan gawean mahasiswa yang bermacam-macam, ada-ada saja yang dapat menghasilkan uang. Mulai dari usaha travel, restoran (rumah makan), warnet, jualan makanan, sampai-sampai usaha penyewaan sound sysytem, rental mobil, motor, handycam, kamera digital, dsb. Merebaknya bisnispribadi ini tentu saja akan mendatangkan pound-pound bagi juragan. Orientasi meraup pound ini memang bisa dikatakan normal, tetapi bukannya tidak bermasalah. Usaha rental handycam dan kamera digital misalnya, akhir-akhir ini hampir semua pemilik handycam menyewakan barangnya, dengan penawaran per hari/ cd, dan akan dirampungkan editingnya sampai rampung menjadi cd. Padahal, untuk acara pribadi, seperti ulang tahun, rihlah, boleh meminjam, tetapi saat yang mengajukan permohonan adalah lembaga, sang pemilik langsung pasang sinyal for rent. Apa ini sebuah klise mahasiswa yang memandang organisasi adalah lumbung harta? Entahlah. Aku terlalu awam memikirkan cara berpikir hubungan manusia yang terlalu kompleks.
Kembali ke penjual nasi uduk tadi. Kenapa ia rela melewatkan senyum mentari pagi untuk menjajakan nasi uduk door to door? Kenapa ia tak membuka restoran saja? Nampaknya ia terlalu yakin, nasi uduk akan banyak diminati mahasiswa. Mengingat tak dicantumkannya hidangan nasi uduk dalam daftar menu restoran-restoran Indonesia di Kairo. Padahal jumlah restoran Indonesia di Kairo tak bisa dibilang sedikit. Dan tampaknya sang penjual nasi uduk tak bercita-cita mendirikan restoran sendiri, mengingat modal yang dibutuhkan Masya Allah jumlahnya. Walhasil, usaha pribadi, modal pribadi, keuntungan pribadi, dan kebanggan pribadi.
Begitulah cara berpikir mahasiswa, potret realita kehidupan mahasiswa.

uut_nashif@yahoo.com

Tidak ada komentar: