catatan kecil (01092005)
Di sebuah rumah di kawasan Hay 10
Aku jadi bingung. Kata apalagi yang bisa kuucapkan kepada kawanku itu. Sudah dua hari ini dia sakit. Konyolnya, setelah dua hari dia "lumpuh" baru aku sadar sakit temanku lumayan parah. Dia sudah minum obat, namun ternyata tak cukup membantu melepaskan diri dari virus influenza yang beraksi sehingga menimbulkan komplikasi. "Kok cuma flu bisa sampai komplikasi?" pasti kalian berpikir seperti itu, jika tidak berarti ada yang salah dengan insting kepenasaranan anda. Komposisinya (sori,maksud ane komplikasi ) terdiri dari pilek,batuk dan demam.
Namanya juga kawan. Meskipun dalam keseharian kami tak selalu rukun (rocker aja juga manusia, kata Seurius) tetap saja ada rasa iba melihat kondisi teman lagi sengsara. Setelah diminumi obat tak kunjung membaik, aku berinisiatif untuk mencoba pengobatan alternatif. Cara ini sudah sering aku praktekkan dan Puji Tuhan seringkali manjur untuk meringankan rasa sakit. Resepnya sederhana. Pertama, siapkan bahan-bahan berupa teh, gula dan susu. Kedua:rebus air kurang lebih 400cc. setelah mendidih matikan kompor agar tak boros. Ketiga: ambil dua cangkir kosong lalu masukkan seperempat sendok makan teh dan satu sendok gula, tambahkan air setengah gelas dan susu setengah gelas. Lantas diaduk. Tunggu sampai hangat lalu hidangkan. Demikian resep membuat say bil halib ala Madrasa.
Lho…kok bikin teh susu?? Ya suka-suka yang nulis donk, kalau tak suka kau bikin saja teh yang tak pakai susu semacam teh botol Sastro eh Sosro atau susu tak pakai teh serupa iklan Dancow. *sori…ngelantur*
Baiklah para hadirin dan hadrawat yang terhormat,
Sekarang kita menginjak pada pokok permasalahan. Setelah aku dan kawanku tadi ngobrol atau lebih tepatnya nguda rasa istilah tiyang Jawi, baru terungkap siapa pelaku sebenarnya dari aksi penyerangan fisik sebagaimana yang aku ceritakan diatas. Aku minta maaf kepada virus influenza yang terlanjur menjadi kambing hitam penyebab jatuh sakitnya kawan tadi. Setelah diteliti lebih lanjut berdasarkan keterangan dari korban dan beberapa saksi yang ada di TKP (tempat kumpul pasukan) penyelidik menemukan beberapa fakta yang menarik. Diantaranya tentang pelaku aksi sebenarnya, ternyata bukan virus flu yang menyerang temanku namun justru virus merah jambu. Lho… kok iso?? Bukannya virus yang terakhir itu justru malah didamba-dambakan, begitu diharapkan kedatangannya dan ditangisi kepergiannnya. Menurut aku pendapat diatas mengandung nilai kebenaran namun yang terjadi pada rekanku tadi merupakan sebuah pengecualian. Dimana virus tadi malah menjadikan seseorang menjadi kontra produktif, lesu, lemah dan impotent. Sungguh sayang, kawanku yang sebelumnya sangat aktif. Begitu dikenal oleh para ulama' sampai juhala' di seantero jagad kok bisa-bisanya K.O, terbujur kaku di atas kasur.
Kasus diatas bukanlah hal yang unik. Sangat lazim terjadi dalam sejarah kehidupan manusia di muka bumi. Bahkan aku sendiripun pernah mengalaminya. Ketika cinta berubah menjadi hal yang menakutkan. Serupa monster dalam film Alien vs Predator. Siapapun yang menang tetap saja manusia yang kalah. Ya, aku pun pernah merasakan. Saat itu aku dikecewakan oleh makhluk yang berbeda jenis kelamin. Itu membuatku merasa kalah. Seharian mengurung diri di kamar, meratapi garis ketetapan yang sedang berlaku tak ramah. Mata becek karena terlalu sering mengeluarkan air mata. Dan itu berlarut-larut tanpa tahu kapan berakhir. Begitu sedihnya. Seakan-akan seluruh penduduk bumi turut berbelasungkawa atas musibah salah satu penduduknya yang baik. Tiap hari pulsa terbuang untuk kesia-siaan. Mengirimkan pesan singkat berisi kutukan dan caci maki kepada bidadari penanam luka di hati. What a hell!!
Akhirnya Yang Maha Cinta memberikan pencerahan. Aku tersadar dari tidur yang melumpuhkan. Saat kutemukan sebuah ungkapan: cinta adalah sesuatu yang remeh. Kok bisa?? Ya bisa donk. Saat aku sadar ternyata begitu banyak limpahan cinta dari keluarga, sodara, kawan, atau kawan yang sudah seperti sodara. Limpahan cinta itu mengalir tak henti-henti serupa aliran sungai Nil hingga aku tak mampu menampungnya. Begitu banyaknya, begitu melimpahnya sehingga semua sedih, luka dan segala bentuk tak nyaman lainnya seketika larut dalam deras limpahan cinta. Ini yang kusebut Cinta, dengan c besar.
Pengalaman itu yang kutularkan kepada kawan yang sedang dilumpuhkan tadi. Semoga, irisan pengalaman yang kusajikan tadi bisa membantu. Syukur-syukur bisa pulih dan kembali sebagaimana dia yang pernah kukenal sebelumnya. Akhirnya, hanya itulah yang bisa kuberikan untuknya. Karena aku begitu yakin saat seseorang telah berhasil memaknai cinta sebagai Cinta, takkan ada lagi rasa sakit dan sesak yang datang hanya karena hal sepele. Kecuali jika orang tersebut masih bertahan menjadi serupa Panglima Tian Feng dalam cerita Journey to The West maka yang ada hanyalah frase: cinta, deritanya tiada akhir.
Baiklah para hadirin dan hadirat, cukup sekian catatan kecilku. Semoga bermanfaat di dunia dan akhirat.
Salam Cinta,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar