18 April 2006

CATATAN KECIL

Dalam bis 178 menuju H 10 aku berbarengan dengan dua anak muda yang lagi ngobrol. Yang pertama, gendut berkacamata, tinggi sekitar 160 cm. Kedua, agak kurusan, tinggi 155 cm. Kutaksir usia keduanya tak lebih dari 18 tahun. Selain penampilan dandy, hal lain yang menarik perhatianku adalah apa yang mereka obrolkan.

"Sebenarnya semua orang itu jenius. Masalahnya mereka mau belajar atau tidak." Ucap yang berkacamata.
"Iya sih, tapi nyatanya orang Jepang dan Amerika emang lebih maju dari kita." Kali si kurus ngomong.
"Gak juga lah. Itu karena orang kita gak mau belajar. Taruhlah kalo mereka yang disini itu mau bener-bener belajar, untuk dapat nilai jayyid aja ga sulit."
"Ya juga sih, cuma kadang-kadang sikap mentalnya itu lho,"
"Sikap mental gimana maksud elo?" gendut penasaran.
"Ya sikap mental. Lihat aja deh gimana kelakuan orang kita, belum apa-apa udah KO duluan. Belum apa-apa udah nyerah."
"Makanya, tadi gua bilang kalo semua orang itu aslinya jenius. Tinggal mau ngembangkan tidak."
"Eh, udah nyampe Sabi' nih. Gue ke depan dulu."
"Ok. Take care."
"Siip."

Dalam hati agak kaget juga. Yakin, mereka bukan mahasiswa. Kemungkinan terbesar anak SIC. Yang pasti, apa yang mereka obrolkan itu yang mengganggu sisi kesadaranku. Aku jadi ingat ketika dua-tiga tahun lalu, seingatku sama sekali tak ada obrolan-obrolan "berat" semacam itu. Kalaupun terlintas, hanya sekedar berlalu lalang di kepala tanpa ada keinginan untuk mendiskusikannya dengan kawan lain.

Meski banyak yang bisa dikritisi, untuk seumuran mereka, tanpa diminta pun aku berikan hormatku pada mereka. Ucapan si gendut berkacamata kalo semua orang itu jenius adalah satu-satunya yang bisa diperdebatkan kebenarannya. Tapi untuk yang lain, aku hanya bisa menganggukkan kepala.

Pertama, benar bahwa semua orang punya potensi. Permasalahannya adalah apakah seseorang mau benar-benar mengembangkannya atau tidak. Bukankah banyak sekali pencapaian kita hari sama sekali tak terbayangkan sebelumnya? Contoh paling sederhana adalah ketika saya menulis ini, apakah empat atau lima tahun lalu terpikirkan untuk menguping obrolan seseorang lalu menjadikannya tulisan? No, absolutely not. Makanya, ini adalah bukti bahwa sifat dasar manusia adalah tumbuh. Tidak hanya secara fisik namun juga mental. Kok bisa? Ya jelaslah. Kalau ga percaya lihat saja di belahan bumi yang lain, berapa banyak anak-anak yang "terbelakang" karena mengalami cacat mental? Sementara secara fisik tubuh mereka juga bertumbuh. So, kesimpulan sementara adalah setiap orang secara alami dilahirkan untuk tumbuh dan berkembang.

Kedua, sikap mental. Frase ini sudah aku kenal sekitar tujuh tahun lalu lewat lagu "Positive Mental Attitude" milik sebuah band Ska asal Singapura. Empat tahun lalu, ketika membaca 7 Habits-nya Stephen Covey kutemukan istilah yang mungkin semakna: paradigma. Menurutku, ini adalah kunci untuk bisa tahu apakah seseorang itu bisa "besar" atau tidak. Seorang yang bersikap mental positif apabila ditimpa kesulitan akan mencoba mencari sesuatu dibalik masalah itu. Boleh jadi, ia berfikir ada hikmah apa di balik peristiwa ini atau mencari faktor-faktor penyebab suatu peristiwa. Sebaliknya, seorang yang bersikap mental negatif. Alih-alih mengoreksi diri, ia malah menyalahkan variabel diluar diri sendiri sebagai penyebab. Bisa jadi juga ia jadi frustasi dan putus harapan. Nah, dari sini bisa ketahuan bagaimana ujungnya. Bagaimanapun, seseorang yang bersikap mental positif akan meraih pencapaian yang lebih baik.

Perlu digaris bawahi bahwa kedua hal diatas, yaitu potensi diri dan sikap mental, memiliki karakteristik unik yang memang hanya bisa dirumuskan oleh pribadi masing-masing. Dalam artian, penerapannya tidak sesederhana menggunakan rumus matematika. Karena keduanya terkait erat dengan perspektif seseorang. Metode yang aku gunakan untuk sebuah kasus belum tentu sesuai untuk anda. Begitu juga sebaliknya. Meski ada juga beberapa kasus dimana kita bisa menerapkan metode yang dipakai orang lain. Untuk itu, penting untuk sejenak menarik jarak dari "dunia" untuk membaca diri, apa dan bagaimana sebenarnya kita. Tentu dengan tujuan, agar seseorang tidak hanya menjadi seonggok daging yang bisa berjalan dan berbicara. Lebih dari itu ia juga harus bisa membaca diri, mengenali potensi dan mengembangkannya secara optimal.

Tentu saja, catatan kecil ini dibuat sama sekali tak bertendensi untuk menggurui anda. Mau menggurui bagaimana, lha wong untuk hal semacam itu saja aku "ditampar" dulu oleh obrolan dua anak muda di bus kota. Yang pasti jika anda merasa mendapat manfaat dari tulisan ini, mohon doa agar tetap bisa konsisten dan konsekuen. Bagaimanapun, gagasan dan konsep sedahsyat apapun tak akan berarti tanpa ada aksi.

Terakhir, aku kutipkan apa yang aku dengar dari Om Rheinald Kasali di sebuah acara yang kuhadiri: "Bukanlah orang yang ingin menjadi lebih baik jika tidak ada perubahan apapun dalam hidupnya."

Tanah Seberang, April 2006

Nanang Musha

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Nice! Where you get this guestbook? I want the same script.. Awesome content. thankyou.
»

Anonim mengatakan...

Hey what a great site keep up the work its excellent.
»