17 April 2006

kemudahan yang menyulitkan

Kemudahan yang menyulitkan

Kemudahan adalah salah satu hal yang disukai dan diidam-idamkan banyak orang. Tidak jarang kita temukan orang yang memang sengaja mencari kemudahan dalam hidupnya, karena dengan kemudahan mereka tentu saja tidak perlu bersusah-susah dan bercapek-capek mendapatkan kebutuhannya. Jarang-jarang kita temukan dalam kehidupan ini orang yang suka mencari kesulitan dalam hal duniawi.
Berbicara masalah kemudahan dan kesulitan, terbersit dalam fikiran akan sebuah kisah yang ditulis seseorang tentang pengalaman pribadinya dalam mempertahankan predikat diri sebagai orang yang baik menurut persepsinya.
Begini ceritanya;...
Syahdan, Kisah ini berawal dari seorang teman yang berhutang sejumlah uang kepadanya. Karena pada saat itu temannya tersebut terlihat sangat membutuhkan pinjaman, maka ia pun sebagai teman dekatnya tidak tega hati menolak permohonannya. Sejumlah uang sesuai kebutuhan temannya tersebut ia pinjamkan kepadanya. Lalu temannya pun bertanya:" kapan aku harus mengembalikan uang pinjaman ini? Dan ia pun menjawab dengan penuh keikhlasan seraya berkata:"Ahh,...itu tidak usah terlalu dipikirkan, terserah kamu saja! Jika nanti kamu sudah punya uang barulah kau kembalikan padaku...". setelah itu temannya yang berhutang tadipun berucap terima kasih kepadanya:" Terima kasih, kamu memang teman yang baik".
Beberapa hari kemudian, ketika teman yang berhutang tadi bertemu lagi dengannya, ia pun kembali menanyakan perihal kapan ia harus mengembalikan uang yang ia pinjam tersebut. "ngomong-ngomong, kapan ni aku harus mengembalikan uangmu? Ini kan masalah hutang, dan hutang adalah janji, maka masalah pembayarannya harus jelas". Demikianlah sang teman menunjukkan kesungguhan dan kebaikannya sebagai penghutang untuk dapat mengembalikan hutangnya tadi. Dan ia pun tidak mau kalah untuk menunjukkan kebaikannya kepada temannya yang berhutang tadi;"lho,...kemaren kan sudah aku bilang, itu masalah gampang, janganlah kau mempersulit dirimu dengan terlalu memikirkan hutangmu itu, kita ini kan sudah berteman sejak lama, kok kaya' orang baru kenal saja!". Si penghutang pun tidak mau kalah lagi ingin menunjukkan kesungguhannya;"bener nih?? Tapi kalo misalkan sewaktu-waktu kamu membutuhkan uang itu, maka kamu jangan sungkan-sungkan menghubungiku! Siapa tahu waktu itu aku sudah ada uang dan bisa aku bayarkan kepadamu". "Iya-iya tenang saja, itu soal gampang". Jawabnya meremehkan.
Setelah itu, seiring berdetaknya jarum jam dari detik ke menit, dari menit ke jam, dari jam ke hari, dari hari ke minggu, dan dari minggu ke bulan, setiap kali mereka bertemu pasti yang dibicarakan dan ditanyakan masih seperti itu saja. Dan yang ada adalah keduanya saling ingin menunjukkan bahwa ia_lah yang paling baik. Sang penghutang tadi selalu ingin menunjukkan kesungguhannya untuk dapat membayar hutang, sementara ia yang dihutangi pun tak mau kalah ingin memperlihatkan bahwa ia adalah orang yang baik dengan meremehkan masalah waktu pembayaran hutang. Pada saat itu mereka saling mempertahankan persepsi mereka akan sebuah kebaikan.
Namun bagaimana jadinya setelah bulan telah digantikan tahun? Ternyata temannya yang berhutang tadi tidak kunjung membayar hutangnya. Yang ada keduanya telah dipisahkan oleh dimensi ruang dan waktu hingga mereka tak pernah bertemu. Maka ketika itu ia baru merasakan bahwa sesungguhnya sesuatu yang selama ini ia anggap sebuah kebaikan dengan meremehkan dan memudahkan temannya yang berhutang tadi hanyalah kosong belaka, maka ia pun sekarang justru merasakan kesusahan. Ia baru sadar bahwa sesuatu yang ia anggap kebaikan justru menjerumuskan.
Akibat ingin mempertahankan lebel kebaikan pada dirinya, sekarang ia telah kehilangan uang, kebaikan, persahabatan, dan kepercayaan. Dan sebagai ganti ruginya ia mendapat ketidakrelaan, kekecewaan, kemarahan, dan kegemaran atas kebaikan baru dengan mengumpat dan melempar kutukan. Wal hasil, lewat satu soal yang dikira sebuah kebaikan, seseorang tersebut bisa menderita delapan kerugian sekaligus.luthfi_241105



Tidak ada komentar: